14 Juni 2010
Zukami dari Afrika Kidul
(Liputan oleh Majalah TEMPO)
Belasan kaus bergambar macan tutul berambut hijau sedang menggiring bola berjejer rapi pada lemari gantung di gerai Garasi Djawa, Jalan Kelinci AJ/5, Solo, Jawa Tengah. Sepintas gambar di kaus itu mirip dengan Zakumi, maskot Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Eit, hanya sepintas. Macan tutul ini ternyata berblangkon dan berkain batik. Namanya pun bukan Zakumi, melainkan Zukami dari Afrika Kidul.
Itulah kaus pelesetan Piala Dunia 2010 produksi Adaideaja.Tbk-"Tukang Bikin Kaos"-milik Wahyu Liez Sundoro. Di Garasi Djawa, pria kelahiran 29 tahun lalu itu menjual empat macam desain kaus pelesetan Piala Dunia bermerek KaosTomat. -Mantan anggota tim kreatif di sebuah produsen kaus ternama di Kota Gudeg- ini juga memanfaatkan dunia maya untuk menjual kreasinya. Di laman kaospialadunia.wordpress.com, satu kaus ditawarkan Rp 65 ribu.
Wahyu tak berani menampilkan Zakumi di kausnya lantaran takut melanggar hak cipta. "Saya buat dalam bentuk lain saja," ujarnya kepada Tempo pekan lalu. Sejak Desember tahun lalu, lulusan Jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada ini sudah berhasil menjual seribu kaus Zukami-tiga kali lipat dari biasanya.
Piala Dunia 2010 memang membawa berkah ekonomi, tidak hanya bagi Afrika Selatan selaku tuan rumah dan negara-negara yang masuk putaran final, tapi juga bagi Indonesia, yang tak mampu meloloskan tim sepak bolanya ke sana. Turnamen sepak bola dunia empat tahunan ini memberikan peluang bisnis bagi para pengusaha lokal, terutama usaha kecil dan menengah. Kesempatan meraup fulus, ya itu tadi, salah satunya memproduksi dan memasarkan pernak-pernik dan suvenir bergambar Zakumi.
Pada Piala Dunia kali ini, lisensi pernak-pernik dan suvenirnya-termasuk Zakumi-dipegang oleh Global Brands Group (Inggris). Di Indonesia, Global Brands memilih PT Indomarco Prismatama, pemilik gerai minimarket Indomaret, untuk memasarkan pernak-pernik Piala Dunia Afrika Selatan, seperti boneka Zakumi, kaus, bola, pembungkus telepon seluler, kartu remi, korek api, celengan, tas, bolpoin, topi, gantungan kunci, botol minuman, dan buku tulis. Harganya mulai Rp 10 ribu sampai Rp 150 ribu. "Kami dipilih karena jaringan tokonya paling banyak dibanding retail lain," kata Direktur Pemasaran Indomarco Prismatama Laurensius Tirta Widjaja. Indomaret punya 4.000 minimarket di seluruh Indonesia.
Khusus buku tulis, kaus, dan botol minuman dipasok oleh pengusaha lokal. Selebihnya dipasok dari Vietnam dan Cina. Indomaret, kata Laurensius, menargetkan penjualan pernak-pernik Piala Dunia senilai Rp 100 miliar. "Penjualan hampir mencapai 50 persen dari target."
Toh, penjualan produk-produk tak resmi tetap saja sulit dibendung. Terlepas dari legal atau ilegal, Piala Dunia 2010 memang kesempatan emas meraup untung bagi orang-orang kreatif. Dhesy, ibu rumah tangga asal Gresik, Jawa Timur, misalnya, memproduksi dan memasarkan kaus, pin, mug, dan boneka Zakumi lewat Internet. Pembelinya kebanyakan dari luar Jawa, seperti Medan, Padang, dan Riau. Kaus dan boneka Zakumi dibanderol Rp 80 ribu per buah, mug Rp 40 ribu, dan pin Rp 8.000, belum termasuk ongkos kirim. "Sampai saat ini, sudah 300 produk terjual," kata Dhesy.
Cipratan rezeki Piala Dunia Afrika Selatan juga dirasakan Sinjaraga Santika Sport, produsen bola di Desa Liangjulang, Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka. Usaha milik Irwan Suryanto ini kebanjiran pesanan bola sejak akhir tahun lalu. Mitranya di Eropa memesan dua juta bola untuk suvenir pesta bola sejagat ini. Tapi mantan pelatih tenis itu hanya bisa memasok satu juta bola. "Kebetulan ajangnya bertepatan dengan masa panen dan masa tanam. Jadi banyak pekerja yang tidak bisa masuk," katanya.
Irwan memang bukan orang baru dalam bisnis bola Piala Dunia. Sejak Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat, ia telah memasok bola. Tahun ini, Irwan bisa meraup penjualan hingga Rp 20-an miliar. Tentu saja, warga Desa Liangjulang juga ikut mencicipi gurihnya bisnis Piala Dunia ini. (oleh Nieke, TEMPO)